Para Peneliti Menjelajah Dan Mengungkap Mengapa Jika Asteroid Itu Tampak Berbatu

Jakarta - Planet merupakan benda berbatu yang mengorbit matahari. Sebuah misi yang dikirim ke asteroid Bennu mengungkapkan mengapa permukaan benda langit yang mengorbit Matahari ini cenderung tampak berbatu.

Tak hanya mengelilingi matahari, planet juga ditemukan di jalur orbit planet lain termasuk Bumi. Planet adalah sisa-sisa batuan tanpa udara yang berasal dari proses terbentuknya Tata Surya. Sebagian besar planet memiliki regolith yang terbentuk dari debu, pecahan batu, serta material lainnya.

Para peneliti awalnya menduga salah satu planet yang pada saat itu diteliti, yaitu Planet Bennu memiliki permukaan seperti pantai berpasir halus dan kerikil di sekitarnya. Pengamatan teleskopik juga membuktikan adanya permukaan seperti petak besar berbutir halus atau regolith halus di sana, seperti dilansir Technology Explorist, Sabtu (23/10/2021).

Namun, ketika misi OSIRIS-REx yang dilakukan Badan Penerbangan dan Antariksa Amerika Serikat (NASA) tiba di asteroid Bennu pada tahun 2018. Misi ini memperlihatkan permukaan planet Bennu yang berbatu, tertutup batu-batu besar, dan hanya ada sedikit regolith halus.

Kemudian para peneliti yang melakukan misi tersebut mengamati proses di mana batu-batu besar digiling menjadi regolith halus. Penelitian inilah yang membuka jalan bagi mereka untuk menjawab penyebab mengapa asteroid tampak berbatu.

Salah satu penulis studi sekaligus peneliti utama OSIRIS-REx NASA, Dante Lauretta menjelaskan bahwa kata REx dalam misi OSIRIS-REx adalah singkatan dari Regolith Traveler. Artinya, tujuan utama misi tersebut adalah memetakan dan mengarakterisasi permukaan planet.

"Pesawat ruang angkasa mengumpulkan informasi dengan resolusi sangat tinggi di seluruh permukaan (planet) Bennu, yang (resolusinya) turun hingga 3 milimeter per piksel di beberapa lokasi. Di luar alasan ilmiah, kurangnya regolith menjadi tantangan bagi misi itu sendiri karena pesawat ruang angkasa dirancang untuk mengumpulkan product tersebut,"ujar Lauretta.

Selanjutnya, Saverio Cambioni, seorang peneliti dari College of Arizona, menggunakan mesin pembelajaran dan information suhu permukaan asteroid untuk memecahkan misteri ini. Penelitian tahun 2021 tersebut telah dipublikasikan di jurnal Nature.

Cambioni dan timnya meneliti di Lunar as well as Planetary Lab, dan akhirnya menemukan bahwa permukaan planet Bennu memiliki batuan yang sangat berpori. Batuan ini yang mengakibatkan sedikitnya regolith halus di permukaan planet.

Dia memaparkan, ketika melihat foto pertama asteroid Bennu, para ilmuwan mencatat beberapa area di mana resolusinya tidak cukup tinggi untuk melihat apakah ada bebatuan kecil atau regolith halus. "Kami mulai menggunakan pendekatan pembelajaran mesin untuk membedakan regolith halus dari batu menggunakan data emisi termal (inframerah),"jelasnya.

Menurut dia, hanya mesin yang secara efisien dapat menjelajahi keseluruhan information. Setelah menyelesaikan analisis data, para peneliti menemukan sesuatu yang dinilai aneh, yaitu regolith halus tidak disebarkan secara acak di planet Bennu, tetapi tersebar di bagian batuan tidak berpori dengan jumlah yang sangat sedikit.

"Pada dasarnya, sebagian besar energi tumbukan digunakan untuk menghancurkan pori-pori yang membatasi fragmentasi batuan dan produksi dari regolith halus baru,"ungkap Chrysa Avdellidou, peneliti di Pusat Penelitian Ilmiah Nasional Perancis (CNRS).

Ditemukan juga bahwa retakan di permukaan disebabkan oleh proses pemanasan dan pendinginan batuan asteroid Bennu. Sederhananya, saat sebuah planet berotasi sepanjang siang dan malam, kemudian bergerak lebih lambat di bagian batuan berpori dibandingkan saat bergerak di batuan yang lebih padat, maka produksi regolith halus pun berkurang.

"Ketika OSIRIS-REx mengirimkan sampel Bennu (ke Bumi) pada September 2023, para ilmuwan dapat mempelajari sampel secara information. Termasuk menguji sifat fisik batuan untuk memverifikasi penelitian,"kata Jason Dworkin, salah satu ilmuwan OSIRIS-REx.

Tim peneliti berpikir bahwa keberadaan petak besar regolith halus ini tidak biasanya terjadi pada planet berkarbon. Sebaliknya, bagian permukaan yang banyak memiliki regolith halus umumnya terdapat di asteroid tipe S.

Menurut Cambioni, penelitian ini adalah bagian penting dalam teka-teki untuk menjawab keragaman permukaan asteroid. Sebab, planet telah dianggap sebagai sisa-sisa pembentukan Tata Surya. Jadi bagi para peneliti mendalami evolusi yang telah dialaminya sangat penting dilakukan seiring dengan pemahaman tentang bagaimana Tata Surya terbentuk dan berevolusi.

"Sekarang setelah kita mengetahui perbedaan mendasar antara asteroid berkarbon dan planet tipe S, tim (peneliti) di masa depan dapat mempersiapkan misi pengumpulan sampel dengan lebih baik tergantung pada sifat asteroid yang dituju,"jelas Cambioni.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Beberapa Artis Dunia yang Membela Kemerdekaan Palestina Selain Bella Hadid

Universitas Surabaya dan SolarRUV Resmikan Solarpreneur Development Center

Ilmuwan Mendetksi Sebuah Mutasi Virus Covid-19 Baru di Afrika Selatan, Yaitu Varian Baru C.1.2